Indra Ateng (40), warga Karangturi, Pajang, Laweyan, Solo ini terus berkreasi. Memanfaatkan limbah drum bekas oli, pria kelahiran Cawas, Klaten ini bisa membuat furniture berupa meja dan kursi menjadi barang ekspor. Berkat inovasi dan keuletannya ini, Ateng bisa meraup keuntungan belasan juta rupiah.
"Saya usaha ini sudah 4 tahun. Ini saya desain sendiri, pokoke piye carane biar laku saja mas," ujar Ateng, saat ditemui merdeka.com di Pasar Kabangan, Solo, Senin (27/3).
Awal mula munculnya ide pembuatan meja dan kursi drum tersebut, kata Ateng, dari seorang pembeli asal Cirebon. Namun setelah itu, ia mulai membuat kreasi dengan bermacam desain. Desain baru tersebut ternyata digandrungi oleh konsumen, tak hanya dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
"Lebih banyak yang pesan dari Inggris dan Belgia. Sebulan bisa kirim 4 kali. Sekali kirim antara 8-10 kursi panjang atau pendek dan meja," jelasnya.
Untuk satu unit kursi dijual dengan harga Rp 400 ribu hingga Rp 1,2 juta per unit tergantung kualitas bahan dasar. Untuk pasar Indonesia, konsumen lebih memilih harga murah dengan finishing pengecatan warna. Sedangkan untuk ekspor, konsumen lebih memilih bahan yang bagus dan tanpa pengecatan.
"Untuk ekspor tidak perlu dicat mas. Syukur-syukur ada tulisannya, tulisan apa saja. Biar kelihatan unik katanya," terang Ateng.
Terkait kendala, Ateng mengaku hampir tidak ada. Untuk bahan pokok drum, dia harus hunting mencari ke bengkel-bengkel sendiri agar mendapat bahan yang murah dan berkualitas. Sementara untuk permodalan, semua dia rogoh dari koceknya sendiri.
"Modal sendiri mas, jadi nunggu dibayar oleh pembeli baru kita bisa nyari bahan," ucapnya.
Dalam sehari ia dan karyawan bisa memproduksi kursi ukuran besar sebanyak 3 biji atau kursi ukuran kecil 6 buah. Untuk pemesanan, semua tergantung konsumen. Baik pengecatan maupun jumlah unit yang dipesan.
"Ada yang minta dicat bendera Inggris, ada yang minta banyak latternya saja, jadi ga usah dicat. Ada yang beli sepasang, 4 kursi satu meja, harganya bisa mencapai Rp6 juta," katanya.
Banyaknya pemesan, membuat Ateng tak pernah libur. Dalam sebulan sedikitnya 60 kursi ukuran kecil atau 40 ukuran besar langsung ludes.
"Ini tidak ada stok, baru jadi 6 saja langsung diambil. Sebulan yang kecil bisa 60 biji, yang besar 30 sampai 40. Baru jadi langsung diambil," sambungnya.
Berkat usaha kreatifnya tersebut Ateng bisa meraup penghasilan kotor antara Rp 15-20 juta rupiah. Sedangkan keuntungan per bulan yang ia raih bisa mencapai sekitar Rp 6-10 juta. Ia menambahkan, permintaan barang buatannya lebih didominasi permintaan ekspor, yang mencapai 40-60 unit perbulan.
"Harapan saya ada bantuan modal dari pemerintah, atau bantuan kredit dengan bunga yang rendah agar usaha kami lebih maju," pungkas Ateng. (mc)
"Saya usaha ini sudah 4 tahun. Ini saya desain sendiri, pokoke piye carane biar laku saja mas," ujar Ateng, saat ditemui merdeka.com di Pasar Kabangan, Solo, Senin (27/3).
Awal mula munculnya ide pembuatan meja dan kursi drum tersebut, kata Ateng, dari seorang pembeli asal Cirebon. Namun setelah itu, ia mulai membuat kreasi dengan bermacam desain. Desain baru tersebut ternyata digandrungi oleh konsumen, tak hanya dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
"Lebih banyak yang pesan dari Inggris dan Belgia. Sebulan bisa kirim 4 kali. Sekali kirim antara 8-10 kursi panjang atau pendek dan meja," jelasnya.
Untuk satu unit kursi dijual dengan harga Rp 400 ribu hingga Rp 1,2 juta per unit tergantung kualitas bahan dasar. Untuk pasar Indonesia, konsumen lebih memilih harga murah dengan finishing pengecatan warna. Sedangkan untuk ekspor, konsumen lebih memilih bahan yang bagus dan tanpa pengecatan.
"Untuk ekspor tidak perlu dicat mas. Syukur-syukur ada tulisannya, tulisan apa saja. Biar kelihatan unik katanya," terang Ateng.
Terkait kendala, Ateng mengaku hampir tidak ada. Untuk bahan pokok drum, dia harus hunting mencari ke bengkel-bengkel sendiri agar mendapat bahan yang murah dan berkualitas. Sementara untuk permodalan, semua dia rogoh dari koceknya sendiri.
"Modal sendiri mas, jadi nunggu dibayar oleh pembeli baru kita bisa nyari bahan," ucapnya.
Dalam sehari ia dan karyawan bisa memproduksi kursi ukuran besar sebanyak 3 biji atau kursi ukuran kecil 6 buah. Untuk pemesanan, semua tergantung konsumen. Baik pengecatan maupun jumlah unit yang dipesan.
"Ada yang minta dicat bendera Inggris, ada yang minta banyak latternya saja, jadi ga usah dicat. Ada yang beli sepasang, 4 kursi satu meja, harganya bisa mencapai Rp6 juta," katanya.
Banyaknya pemesan, membuat Ateng tak pernah libur. Dalam sebulan sedikitnya 60 kursi ukuran kecil atau 40 ukuran besar langsung ludes.
"Ini tidak ada stok, baru jadi 6 saja langsung diambil. Sebulan yang kecil bisa 60 biji, yang besar 30 sampai 40. Baru jadi langsung diambil," sambungnya.
Berkat usaha kreatifnya tersebut Ateng bisa meraup penghasilan kotor antara Rp 15-20 juta rupiah. Sedangkan keuntungan per bulan yang ia raih bisa mencapai sekitar Rp 6-10 juta. Ia menambahkan, permintaan barang buatannya lebih didominasi permintaan ekspor, yang mencapai 40-60 unit perbulan.
"Harapan saya ada bantuan modal dari pemerintah, atau bantuan kredit dengan bunga yang rendah agar usaha kami lebih maju," pungkas Ateng. (mc)
0 Komentar