Puluhan massa yang baru saja selesai demo menuntut Jokowi Mundur mendadak ricuh, Senin (26/7). Mereka tiba-tiba saja mengerumuni seorang pria yang memakai tas ransel dan memegang amplop.
Usut punya usut, ternyata pria itu merupakan koordinator demo.
Bedul (24), salah seorang peserta demo mengungkapkan kekesalannya kepada wartawan.
"Awalnya kami dijanjikan uang capek Rp100ribu. Tapi saat sudah selesai, yang dikasi cuma Rp40ribu. Alasannya dipotong uang transport dan makan siang," kesal Bedul.
Senada dengan Bedul, Nopal (20) menambahkan bahwa potongan tersebut tidak ada dalam pembicaraan sebelumnya.
"Gak ada dibilang bakal dipotong transpot dan makan. Padahal makannya cuma nasi gurih pakai sambal," gerutu Nopal
Peserta demo hampir saja membabakbelurkan koordinatornya sendiri. Untung saja pihak keamanan masih belum meninggalkan lokasi.
Tidak jelas bagaimana akhir cerita pembagian jatah uang capek tersebut.
Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) menanggapi terkait poster seruan aksi bertajuk 'Jokowi End Game'. BIN menyebut memang ada kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan untuk sengaja memprovokasi rakyat untuk berdemo di tengah situasi pandemi saat ini.
Hal tersebut diungkap oleh Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto. Hari awalnya membahas terkait unjuk rasa yang memang dilindungi oleh konstitusi namun sangat berbahaya jika dilakukan di tengah situasi saat ini.
"Demonstrasi atau unjuk rasa merupakan bagian dari penyampaian aspirasi yang dilindungi oleh konstitusi. Namun demikian, aksi demonstrasi di masa pandemi COVID-19 sangat berbahaya dan tidak mencerminkan jiwa patriotis karena negara dan seluruh elemen bangsa saat ini sedang berperang melawan penyebaran virus Corona," kata Wawan, saat dihubungi, Minggu (25/7/2021).
Wawan mengatakan aksi di tengah situasi saat ini, yang juga berdasarkan penjelasan pakar dan kaidah sains, berbahaya dan cenderung memunculkan klaster baru. Karena itulah, pemerintah menerapkan kebijakan PPKM untuk membatasi kegiatan itu demi kesehatan dan keselamatan masyarakat.
"Aksi demonstrasi di tengah pandemi rentan memunculkan klaster baru penularan COVID-19. Demonstrasi selalu menghadirkan banyak orang dan cenderung mengabaikan protokol kesehatan di tengah ancaman pandemi COVID-19. Cukup banyak orang yang terlihat sehat, padahal di dalam tubuhnya terdapat virus dan bisa menularkan ke orang lain," jelasnya.
"PPKM yang menjadi sorotan dalam ajakan aksi demonstrasi, dibuat pemerintah dengan tujuan untuk memastikan kesehatan dan keselamatan warga. Siapa saja yang berencana untuk melakukan aksi demonstrasi, lebih baik menyampaikan aspirasi dengan cara lain, baik secara tertulis ataupun langsung, terlebih disampaikan dengan konsep, naskah akademik dan lain sebagainya," lanjutnya.
Namun demikian, Wawan menyinggung terkait tetap adanya kelompok yang tetap berupaya memprovokasi masyarakat. Kelompok ini, kata dia, kerap memanfaatkan aksi demonstrasi untuk memprovokasi, memperkeruh situasi, bahkan menuntut agar Presiden Jokowi mundur.
"BIN terus mendeteksi dan berkoordinasi melalui forum Kominda maupun Forkominda terkait dinamika penanganan COVID-19, termasuk mengantisipasi adanya kelompok kepentingan yang memprovokasi rakyat. Masyarakat diimbau untuk tidak berdemonstrasi di masa pandemi karena rentan digunakan provokator untuk memperkeruh situasi, membangun ketidakpercayaan kepada Pemerintah, bahkan menuntut Presiden Jokowi untuk mundur," ujarnya.
Untuk itulah, Wawan mengimbau agar masyarakat waspada terhadap narasi provokatif di media sosial dan menolak demonstrasi di masa pandemi COVID-19.
"Masyarakat diimbau untuk mewaspadai narasi provokatif di media sosial dan menolak demonstrasi di masa pandemi COVID-19. Saat ini yang dibutuhkan adalah solidaritas semua pihak, untuk bersama-sama memenangi perang melawan virus Corona," imbuhnya. (in)
0 Komentar