Meski miliki empat anak dan satu istri, Ketua RT 03 Bangunharjo, tempat Dokter Sunardi menetap, mengaku tak pernah menerima laporan KTP dan KK dari yang bersangkutan.
Dokter Sunardi bukan warga asli Kelurahan Gayam, melainkan pendatang yang membeli rumah di Sukoharjo Jawa Tengah.
Selama di Sukoharjo, Dokter Sunardi tidak pernah menyerahkan surat Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada Ketua RT.
Ketua RT 03 Bangunharjo Bambang Pujiana saat dikonfirmasi di Sukoharjo, mengaku kaget saat dihubungi oleh anggota Bhabinkamtibmas bahwa Dokter Sunardi meninggal karena ada kaitannya dengan jaringan terorisme.
Dia menjelaskan bahwa Dokter Sunardi seorang dokter yang praktik di rumahnya, tetapi dia terkenal tertutup dengan warga sekitar.
“Acara kampung seperti kerja bakti dan rapat RT, tidak pernah hadir,” kata Ketua RT kepada wartawan, Kamis (10/3).
Pengakuan Bambang, orangnya tertutup tidak pernah tegur sapa dengan warga sekitar.
Dokter Sunardi kelihatan sama warga jika pergi ke masjid, setelah itu, pulang ke rumah.
Dokter Sunardi memiliki empat anak dan satu istri yang juga bekerja sebagai dokter.
Yang bersangkutan selama ini membuka praktik dokter di rumahnya, tetapi kelihatan sepi pasien. Praktiknya dokter umum dan sering juga buka praktik di klinik di Solo.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Sukoharjo, Arif Budi Satria, menemui keluarga dokter Sunardi di Gayam, Sukoharjo.
Pada kesempatan itu, Arif menyampaikan beberapa hal kepada pihak keluarga dr Sunardi berkaitan dengan kondisi yang terjadi sekarang ini.
“Kami di IDI selalu mengedepankan humanisme dan memang sesuai dengan kode etik dan sumpah dokter fokus kami adalah kemanusiaan itu yang pertama,” ujar Aris ditemui wartawan di dekat kediaman dr Sunardi, Jumat (11/3/2022).
Yang kedua, lanjut Arif, perlu adanya penjelasan mengenai profesi dokter dengan apa yang ramai diberitakan yakni dugaan keterlibatan terorisme.
“Kita tahu berita kemarin bagaimana bahwa highlight yaitu masalah dokter. Sebenarnya kasus ini kan bukan dokternya ya kan, jadi kita memisahkan masalah profesi dengan kasus itu sendiri,” ucapnya.
IDI, kata Arif, akan fokus pada masalah profesi yang bersangkutan. Sedangkan masalah kasus yang menyeret nama dr Sunardi, menjadi kewenangan dari penegak hukum.
“Kalau untuk kasusnya itu IDI adalah organisasi yang patuh pada hukum yang merupakan organisasi resmi di bawah naungan NKRI ada undang-undangnya dan lain-lain berarti kami mengedepankan konstitusi kami mengedepankan penegakan hukum,” paparnya.
“Di samping itu, hukum pun juga ada asas praduga tak bersalah, sejauh ini kami dari IDI ya praduga tak bersalah karena kami belum memahami, belum tahu permasalahan apa itu,” imbuhnya.
Arif juga menyampaikan, keterkaitan IDI dengan dugaan terorisme menjadi sebuah kontradiktif. Mengingat, selama ini IDI fokus pada kemanusiaan sementara yang ada saat ini berkaitan dengan terorisme.
“Bahwa kita bersumpah akan menjadi kemanusiaan tapi kok melakukan tindakan terorisme itu nggak jelas, kontradiktif. Jangan sampai ada distorsi dan lain-lain,” beber Arif. (ral/int)
0 Komentar